Senin, 02 Februari 2009

Stanza Wirid di Ujung Malam

kau kirim rinduku lewat potret lusuh
tertimbun debu sepanjang perjalananmu
sekian tahun penantianku tumbuh dalam jarakmu
mengunyah serat mimpi malammu yang jemu
nan mendaraskan namamu dengan wirid yang kelu
“tak pasti kembali”
bisikmu lewat sajak balada rintihan nurani
lewat intuisi nurani
lewat intuisi-intuisi prosa banyu matamu

sekian tahun kutanam mimpi atas nama kasmaran
di padang persabunganmu yang mengabu
menyigi di sela-sela jeruji matahari
tumbuh memagari rona-rona pelangi
seperti bola-bola salju
tasbihku membuhul dalam deretan asma
tumpukan nama-nama
berdebu idiom sajakmu nyanyikan tembang rindu
yang sekian waktu menderu hingga dalam wirid malamku

percayalah
aku tak akan berubah menjadi lengkutu
dan membiarkan padangmu hangus mengabu
biar wirid malamku sudah jadi kupu-kupu
lepas dari kepompong rindumu yang lugu
dan barangkali penantianku telah hangus
dalam nyanyian kabut
jadi prasasti dari segala obsesi jadi tragedi
tapi aku akan selalu menanamkan mimpi
di padang persabunganmu
di sajak baladamu
juga di prosa banyu matamu
tumbuh jadi bunga
jadi nuansa
jadi segala lokananta

oh … bibir merah rona, potret memorial kelam
jangan kau simpan rinduku
di batu nisan


Tidak ada komentar: